Tujuan analisis kredit adalah untuk meneliti calon peminjam dan fasilitas pinjaman yang diajukan dan untuk menetapkan kadar risiko. Kadar risiko diperoleh dengan menaksir peluang kegagalan oleh calon peminjam pada tingkat kepercayaan tertentu selama berjalannya fasilitas, dan dengan menaksir jumlah kerugian yang akan dialami pemberi pinjaman jika kegagalan terjadi.
Analisis kredit melibatkan beragam teknik analisis keuangan, termasuk rasio dan analisis tren serta pembentukan proyeksi dan analisis arus kas terperinci. Analisis kredit juga mencakup pemeriksaan terhadap jaminan dan sumber pembayaran lainnya serta riwayat kredit dan kemampuan manajemen. Analis berupaya memperkirakan peluang kegagalan calon peminjam atas utangnya, dan juga derita kerugian jika terjadi gagal bayar. Sebaran kredit--perbedaan dalam suku bunga antara investasi "tanpa-risiko" secara teoretis seperti treasury di Amerika Serikat atau LIBOR di Inggris dan investasi yang mengandung beberapa risiko gagal bayar--mencerminkan analisis kredit oleh pelaku pasar keuangan.[1]
Sebelum pinjaman komersial disetujui, bank akan melihat semua faktor ini dengan penekanan utama pada arus kas calon peminjam. Pengukuran kemampuan bayar yang lazim digunakan adalah rasio cakupan layanan hutang. Analis kredit pada suatu bank akan mengukur kas yang dihasilkan oleh suatu usaha (sebelum pengeluaran bunga dan tidak termasuk penyusutan dan biaya non-tunai atau luar biasa lainnya). Rasio cakupan layanan utang membagi jumlah arus kas ini dengan layanan utang (pembayaran pokok maupun bunga pada semua pinjaman) yang harus dipenuhi. Para bankir komersial biasanya menentukan cakupan layanan utang paling sedikit 120 persen. Dengan perkataan lain, rasio cakupan layanan utang hendaklah 1,2 atau lebih tinggi untuk menunjukkan bahwa cadangan tambahan tersedia dan bahwa usaha itu bisa memenuhi persyaratan utangnya.
Tahap analisa kelayakan kredit
Untuk menganalisa kelayakan kredit yang diajukan calon debitur , tahap selanjutnya adalah pengamatan dan penelitian yang didasarkan pada prinsip 5C. Prinsip 5C tersebut meliputi hal – hal berikut ini:
a. Character
Merupakan keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan debitur untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang
telah ditetapkan. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon debitur tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:
- Meneliti riwayat hidup calon debitur;
- Meneliti reputasi calon debitur tersebut di lingkungan usahanya;
- Meminta bank to bank information (Sistem Informasi Debitur);
- Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon debitur berada;
- Mencari informasi apakah calon debitur suka berjudi;
- Mencari informasi apakah calon debitur memiliki hobi berfoya-foya.
Capital merupakan jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, maka semakin tinggi kesungguhan calon debitur dalam menjalankan usahanya dan pihak pemberi pinjaman akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab debitur dalam menjalankan usahanya karena debitur ikut serta menanggung resiko terhadap gagalnya usaha. Dalam prakteknya,Kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit yang diminta.
c. Capacity
Merupakan kemampuan yang dimiliki calon debitur dalam menjalankan usaha guna memperoleh laba yangdiharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon debitur mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya. Pengukuran capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagaipendekatan berikut ini:
- Pendekatan historis, yaitu menilai past performance debitur, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu
- Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus
- Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon debitur mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha untuk mengadakan perjanjian kredit
- Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan debitur melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
- Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon debitur mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan, administrasi dan keuangan, industrial relation sampai pada kemampuan merebut pasar.
Yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian yang dapat mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain:
- Keadaan konjungtur
- Peraturan-peraturan pemerintah
- Situasi, politik dan perekonomian dunia
- Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran
Merupakan barang-barang yang diserahkan oleh debitur sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh pihak pemberi pinjaman untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban finansial debitur. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan avalis
No comments:
Post a Comment